Hubungan ilmu Akhlak dengan Tauhid

Setelah sebelumnya saya mengulas mengenai hubungan ilmu akhlak dengan tasawuf, maka kali ini saya mau kembali share tentang pelajaran yang bersumber dari mata kuliah agama 4 atau akhlak  mengenai ilmu akhlak dan tauhid.

Hubungan ilmu Akhlak dengan Tauhid


Ilmu tauhid sebagaimana dikemukakan Harun Nasution mengandung arti sebagai ilmu yang membahas tentang cara-cara meng-Esakan Tuhan, sebagai salah satu yang terpinting di antara sifat-sifat Tuhan lainnya. Selain itu ilmu ini juga disebut sebagai Ilmu Ushul al-Din dan oleh karena itu buku yang membahas soal-soal teologi dalam Islam selalu diberi nama Kitab Ushul al-Din. Dinamakan demikian karena masalah yang pokok dalam Islam. Selain itu ilmu ini juga dikatakan dengan ilmu aqa’id, credo atau keyakinan-keyakinan, dan buku-buku yang menguppas tentang keyakinan-keyakinan diberi judul al-Aqa’id (ikatan yang kokoh).
Selanjutnya ilmu tauhid disebut pula Ilmu Kalam yang secara harfiah berarti ilmu tentang kata-kata. Kalau yang dimaksud dengan kalam adalah sabda Tuhan, maka yang dimaksud adalah kalam Tuhan yang ada di dalam al-Qur’an, dan masalah ini pernah menimbulkan perbincangan bahkan pertentangan keras di kalangan ummat Islam di abad ke sembilan dan kesepuluh Masehi sehingga menimbulkan pertentangan dan penganiayaan terhadap sesama muslim.

Selanjutnya yang dimaksud dengan kalam adalah kata-kata manusia, maka yang dimaksud dengan ilmu kalam adalah ilmu yang membahas tentang kata-kata atau silat lidah dalam rangka mempertahankan pendapat dan pendirian masing-masing.
Dari berbagai istilah yang berkaitan dengan ilmu tauhid maka kita dapat memperoleh kesan yang mendalam bahwa Ilmu tauhid itu pada intinya berkaitan dengan upaya memahami dan meyakini adanya Tuhan dengan segala sifat dan perbuatan-Nya. Juga termasuk pula pembahasan ilmu tauhid yaitu rukun Iman.
Nah, bagaimana hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu tauhid? Sekuang-kurangnya dapat dilihat melalui tiga analisis sebagai berikut: 


1. Dilihat dari segi objek pembahasannya.
Ilmu tauhid membahas masalah masalah Tuhan baik dari segi zat, sifat dan perbuatan-Nya. Kepercayaan yang mantap kepada Tuhan yang demikian itu akan menjadi landasan untuk mengarahkan amal perbuatan yang dilakukan manusia itu akan tertuju semata-mata karena Allah SWT. Dan utuk mengarahkan manusia menjadi ikhlas, dan keikhlsan ini merupakan salah satu akhlak yang mulia. Alla SWT. Berfirman:
!$tBur (#ÿrâÉDé& žwÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øƒèC ã&s! tûïÏe$!$# uä!$xÿuZãm (#qßJÉ)ãƒur no4qn=¢Á9$# (#qè?÷sãƒur no4qx.¨9$# 4 y7Ï9ºsŒur ß`ƒÏŠ ÏpyJÍhŠs)ø9$# ÇÎÈ  
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus”. (QS. Al-Bayyinah, 98:5).


2. Dilihat dari segi fungsinya.
Ilmu tauhid menghendaki agar seseorang yang bertauhid tidak hanya cukup dengan menghafal rukun iman yang enam dengan dalil-dalilnya saja, tetapi yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan mencontoh terhadap subyek yang terdapat dalam rukun iman itu. Jika kita percapa bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang mulia, maka sebaiknya manusia yang bertauhid meniru sifat-sifat Allah itu. adapun rukun iman yang harus dibina itu adalah:


a. Beriman kepada Allah
Jika seorang beriman kepada Allah dan percaya kepada sifat-sifatnya yang sembilan puluh sembilan itu maka Asmaul Husna itu harus dipraktekkan dalam kehidupan. Dengan cara demikian beriman kepada Allah akan memberi pengaruh terhadap pembentukan akhlak yang mulia.

b. Beriman kepada malaikat
Yang dimaksud disini adalah agar manusia meniru sifat-sifat terpuji yang terdapat pada malaikat, seperti jujur, amanah, tidak pernah durhaka, dan patuh pelaksanaan segala yang diperintahkan Tuhan.
c. Beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan Tuhan (Al-Qur’an)

Secara akhlaki harus diikuti dengan upaya menjadikan al-Qur’an sebagai wasit, hakim serta imam dalam kehidupan. Secara tidak sengaja maka kita mengikuti akhlak yang sesuai dengan akhlak yang terdapat dalam al-Qur’an.
d. Beriman kepada Rasul-rasul Allah.
Dalam diri para rasul terdapat akhlak yang mulia. Khususnya pada diri Rasulullah Muhammad SAW. Kita sebagai manusia diperintahkan untuk mecontoh akhlak yang ada pada diri Rasul Allah tersebut.Dengan cara demikian beriman kepad para rasul akan mneimbulkan akhlak yang mulia. Hal ini dapat diperkuat lagi dengan cra meniru sifat-sifat yang wajib pada Rasul, yanitu sifat shidik (jujur), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan ajaran sesuai dengan perintah Allah), dan fathanah (cerdas).
e. Beriman kepada hari akhirat
Dari sisi akhlaki harus disertai dengan upaya menyadari bahwa selama amal perbuatan yang dilakukan selama di dunia ini akan dimintakan pertanggung jawabannya nanti. Kebahagiaan hidup di akhirat yang ditentukan oleh amal perbuatan yang baik dan sebanyak-banyaknya akan mendorong sesseorang memiliki etos kerja untuk selalu melakukan perbuatan yang baik selama hidupnya di dunia ini.
f. Beriman kepada qada’ dan qadar

Agar orang yang percaya kepada qada’ dan qadar Tuhan itu senantiasa mau bersyukur terhadap keputusan Tuhan dan rela menerima segala keputusan-Nya. Perbuatan yang demikian merupakan perbuatan akhlak yang mulia.
3. Dilihat dari eratnya kaitan antara iman dan amal shalih.
Hubungan antara iman dan amal shalih banyak sekali kita jumpai di dalam Al-Qur’an maupun hadis. Misalnya:
Ÿxsù y7În/uur Ÿw šcqãYÏB÷sム4Ó®Lym x8qßJÅj3ysム$yJŠÏù tyfx© óOßgoY÷t/ §NèO Ÿw (#rßÅgs þÎû öNÎhÅ¡àÿRr& %[`tym $£JÏiB |MøŠŸÒs% (#qßJÏk=|¡çur $VJŠÎ=ó¡n@ ÇÏÎÈ  
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (QS. Al-Nisa, 4: 65).

$yJ¯RÎ) tb%x. tAöqs% tûüÏZÏB÷sßJø9$# #sŒÎ) (#þqããߊ n<Î) «!$# ¾Ï&Î!qßuur u/ä3ósuÏ9 öNßgoY÷t/ br& (#qä9qà)tƒ $uZ÷èÏJy $uZ÷èsÛr&ur 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÎÊÈ  
“Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan Kami patuh". dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. Al-Nur, 24: 51).

$yJ¯RÎ) šcqãZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# #sŒÎ) tÏ.èŒ ª!$# ôMn=Å_ur öNåkæ5qè=è% #sŒÎ)ur ôMuÎ=è? öNÍköŽn=tã ¼çmçG»tƒ#uä öNåkøEyŠ#y $YZ»yJƒÎ) 4n?tãur óOÎgÎn/u tbqè=©.uqtGtƒ ÇËÈ   šúïÏ%©!$# šcqßJÉ)ムno4qn=¢Á9$# $£JÏBur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÌÈ   y7Í´¯»s9'ré& ãNèd tbqãZÏB÷sßJø9$# $y)ym 4 öNçl°; ìM»y_uyŠ yYÏã óOÎgÎn/u ×otÏÿøótBur ×-øÍur ÒOƒÌŸ2 ÇÍÈ  

 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya”. (QS. Al-Anfal, 8: 2-4).


           Jika kita perhatikan ayat-ayat tersebut secra seksama akan tampak bahwa ayat-ayat tersebut seluruhnya bertemakan keimanan dalam hubungannya dengan akhlak mulia. Ayat-ayat tersebut memberi petunjuknya dengan akhlak yang mulia. Ayat-ayat tersebut dengan jelas bahwa keimanan harus dimaifestasikan dalam perbuatan akhlak dalam bentuk kerelaan dalam menerima keputusan yang diberikan nabi terhadap perkara yang diperselisihkan di antara manusia, patut dan tunduk terhadap keputusan Allah dan rasulnya, bergetar hatinya jika dibacakan ayat-ayat Allah, bertawakkal, melaksanakan shalat dengan khusyu’, berinfaq di jalan Allah, menjauhi perbuatan yang tidak ada gunanya, menjaga farjinya, dan tidak ragu-ragu dalam berjuang di jalan Allah. Maka disinilah letaknya hubungan antara keimanan dengan pembentukan Ilmu Akhlaq. Dari uraian yang agak panjang lebar di atas, dapat dilihat dengan jelas hubungan antara keimanan yang dibahas dalam Ilmu tauhid dengan perbuatan yang dibahas dalam Ilmu Akhlak. Ilmu tauhid tampil dalam memberikan landasan terhadap ilmu akhlak, dan ilmu akhlak tampil dengan memberikan penjabaran dan pengalaman dari Ilmu Tauhid. Tauhid tampa akhlak yang mulia tiada artinya, dan akhlak yang mulia tampa tauhid maka tidak akan kokoh. Selain itu tauhid memberikan arah terhadap akhlak, dan akhlak memberi isi terhadap arahan tersebut. B. HUBUNGAN ILMU AKHAK DENGAN ILMU TAUHID

Ilmu tauhid sebagaimana dikemukakan Harun Nasution mengandung arti sebagai ilmu yang membahas tentang cara-cara meng-Esakan Tuhan, sebagai salah satu yang terpinting di antara sifat-sifat Tuhan lainnya. Selain itu ilmu ini juga disebut sebagai Ilmu Ushul al-Din dan oleh karena itu buku yang membahas soal-soal teologi dalam Islam selalu diberi nama Kitab Ushul al-Din. Dinamakan demikian karena masalah yang pokok dalam Islam. Selain itu ilmu ini juga dikatakan dengan ilmu aqa’id, credo atau keyakinan-keyakinan, dan buku-buku yang menguppas tentang keyakinan-keyakinan diberi judul al-Aqa’id (ikatan yang kokoh).
Selanjutnya ilmu tauhid disebut pula Ilmu Kalam yang secara harfiah berarti ilmu tentang kata-kata. Kalau yang dimaksud dengan kalam adalah sabda Tuhan, maka yang dimaksud adalah kalam Tuhan yang ada di dalam al-Qur’an, dan masalah ini pernah menimbulkan perbincangan bahkan pertentangan keras di kalangan ummat Islam di abad ke sembilan dan kesepuluh Masehi sehingga menimbulkan pertentangan dan penganiayaan terhadap sesama muslim.

Selanjutnya yang dimaksud dengan kalam adalah kata-kata manusia, maka yang dimaksud dengan ilmu kalam adalah ilmu yang membahas tentang kata-kata atau silat lidah dalam rangka mempertahankan pendapat dan pendirian masing-masing.
Dari berbagai istilah yang berkaitan dengan ilmu tauhid maka kita dapat memperoleh kesan yang mendalam bahwa Ilmu tauhid itu pada intinya berkaitan dengan upaya memahami dan meyakini adanya Tuhan dengan segala sifat dan perbuatan-Nya. Juga termasuk pula pembahasan ilmu tauhid yaitu rukun Iman.
Nah, bagaimana hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu tauhid? Sekuang-kurangnya dapat dilihat melalui tiga analisis sebagai berikut: 


1. Dilihat dari segi objek pembahasannya.
Ilmu tauhid membahas masalah masalah Tuhan baik dari segi zat, sifat dan perbuatan-Nya. Kepercayaan yang mantap kepada Tuhan yang demikian itu akan menjadi landasan untuk mengarahkan amal perbuatan yang dilakukan manusia itu akan tertuju semata-mata karena Allah SWT. Dan utuk mengarahkan manusia menjadi ikhlas, dan keikhlsan ini merupakan salah satu akhlak yang mulia. Alla SWT. Berfirman:
!$tBur (#ÿrâÉDé& žwÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øƒèC ã&s! tûïÏe$!$# uä!$xÿuZãm (#qßJÉ)ãƒur no4qn=¢Á9$# (#qè?÷sãƒur no4qx.¨9$# 4 y7Ï9ºsŒur ß`ƒÏŠ ÏpyJÍhŠs)ø9$# ÇÎÈ  
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus”. (QS. Al-Bayyinah, 98:5).


2. Dilihat dari segi fungsinya.
Ilmu tauhid menghendaki agar seseorang yang bertauhid tidak hanya cukup dengan menghafal rukun iman yang enam dengan dalil-dalilnya saja, tetapi yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan mencontoh terhadap subyek yang terdapat dalam rukun iman itu. Jika kita percapa bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang mulia, maka sebaiknya manusia yang bertauhid meniru sifat-sifat Allah itu. adapun rukun iman yang harus dibina itu adalah:


a. Beriman kepada Allah
Jika seorang beriman kepada Allah dan percaya kepada sifat-sifatnya yang sembilan puluh sembilan itu maka Asmaul Husna itu harus dipraktekkan dalam kehidupan. Dengan cara demikian beriman kepada Allah akan memberi pengaruh terhadap pembentukan akhlak yang mulia.

b. Beriman kepada malaikat
Yang dimaksud disini adalah agar manusia meniru sifat-sifat terpuji yang terdapat pada malaikat, seperti jujur, amanah, tidak pernah durhaka, dan patuh pelaksanaan segala yang diperintahkan Tuhan.
c. Beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan Tuhan (Al-Qur’an)

Secara akhlaki harus diikuti dengan upaya menjadikan al-Qur’an sebagai wasit, hakim serta imam dalam kehidupan. Secara tidak sengaja maka kita mengikuti akhlak yang sesuai dengan akhlak yang terdapat dalam al-Qur’an.
d. Beriman kepada Rasul-rasul Allah.
Dalam diri para rasul terdapat akhlak yang mulia. Khususnya pada diri Rasulullah Muhammad SAW. Kita sebagai manusia diperintahkan untuk mecontoh akhlak yang ada pada diri Rasul Allah tersebut.Dengan cara demikian beriman kepad para rasul akan mneimbulkan akhlak yang mulia. Hal ini dapat diperkuat lagi dengan cra meniru sifat-sifat yang wajib pada Rasul, yanitu sifat shidik (jujur), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan ajaran sesuai dengan perintah Allah), dan fathanah (cerdas).
e. Beriman kepada hari akhirat
Dari sisi akhlaki harus disertai dengan upaya menyadari bahwa selama amal perbuatan yang dilakukan selama di dunia ini akan dimintakan pertanggung jawabannya nanti. Kebahagiaan hidup di akhirat yang ditentukan oleh amal perbuatan yang baik dan sebanyak-banyaknya akan mendorong sesseorang memiliki etos kerja untuk selalu melakukan perbuatan yang baik selama hidupnya di dunia ini.
f. Beriman kepada qada’ dan qadar

Agar orang yang percaya kepada qada’ dan qadar Tuhan itu senantiasa mau bersyukur terhadap keputusan Tuhan dan rela menerima segala keputusan-Nya. Perbuatan yang demikian merupakan perbuatan akhlak yang mulia.
3. Dilihat dari eratnya kaitan antara iman dan amal shalih.
Hubungan antara iman dan amal shalih banyak sekali kita jumpai di dalam Al-Qur’an maupun hadis. Misalnya:
Ÿxsù y7În/uur Ÿw šcqãYÏB÷sム4Ó®Lym x8qßJÅj3ysム$yJŠÏù tyfx© óOßgoY÷t/ §NèO Ÿw (#rßÅgs þÎû öNÎhÅ¡àÿRr& %[`tym $£JÏiB |MøŠŸÒs% (#qßJÏk=|¡çur $VJŠÎ=ó¡n@ ÇÏÎÈ  
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (QS. Al-Nisa, 4: 65).

$yJ¯RÎ) tb%x. tAöqs% tûüÏZÏB÷sßJø9$# #sŒÎ) (#þqããߊ n<Î) «!$# ¾Ï&Î!qßuur u/ä3ósuÏ9 öNßgoY÷t/ br& (#qä9qà)tƒ $uZ÷èÏJy $uZ÷èsÛr&ur 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÎÊÈ  
“Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan Kami patuh". dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. Al-Nur, 24: 51).

$yJ¯RÎ) šcqãZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# #sŒÎ) tÏ.èŒ ª!$# ôMn=Å_ur öNåkæ5qè=è% #sŒÎ)ur ôMuÎ=è? öNÍköŽn=tã ¼çmçG»tƒ#uä öNåkøEyŠ#y $YZ»yJƒÎ) 4n?tãur óOÎgÎn/u tbqè=©.uqtGtƒ ÇËÈ   šúïÏ%©!$# šcqßJÉ)ムno4qn=¢Á9$# $£JÏBur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÌÈ   y7Í´¯»s9'ré& ãNèd tbqãZÏB÷sßJø9$# $y)ym 4 öNçl°; ìM»y_uyŠ yYÏã óOÎgÎn/u ×otÏÿøótBur ×-øÍur ÒOƒÌŸ2 ÇÍÈ  

 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya”. (QS. Al-Anfal, 8: 2-4).


           Jika kita perhatikan ayat-ayat tersebut secra seksama akan tampak bahwa ayat-ayat tersebut seluruhnya bertemakan keimanan dalam hubungannya dengan akhlak mulia. Ayat-ayat tersebut memberi petunjuknya dengan akhlak yang mulia. Ayat-ayat tersebut dengan jelas bahwa keimanan harus dimaifestasikan dalam perbuatan akhlak dalam bentuk kerelaan dalam menerima keputusan yang diberikan nabi terhadap perkara yang diperselisihkan di antara manusia, patut dan tunduk terhadap keputusan Allah dan rasulnya, bergetar hatinya jika dibacakan ayat-ayat Allah, bertawakkal, melaksanakan shalat dengan khusyu’, berinfaq di jalan Allah, menjauhi perbuatan yang tidak ada gunanya, menjaga farjinya, dan tidak ragu-ragu dalam berjuang di jalan Allah. Maka disinilah letaknya hubungan antara keimanan dengan pembentukan Ilmu Akhlaq. Dari uraian yang agak panjang lebar di atas, dapat dilihat dengan jelas hubungan antara keimanan yang dibahas dalam Ilmu tauhid dengan perbuatan yang dibahas dalam Ilmu Akhlak. Ilmu tauhid tampil dalam memberikan landasan terhadap ilmu akhlak, dan ilmu akhlak tampil dengan memberikan penjabaran dan pengalaman dari Ilmu Tauhid. Tauhid tampa akhlak yang mulia tiada artinya, dan akhlak yang mulia tampa tauhid maka tidak akan kokoh. Selain itu tauhid memberikan arah terhadap akhlak, dan akhlak memberi isi terhadap arahan tersebut. B. HUBUNGAN ILMU AKHAK DENGAN ILMU TAUHID

Ilmu tauhid sebagaimana dikemukakan Harun Nasution mengandung arti sebagai ilmu yang membahas tentang cara-cara meng-Esakan Tuhan, sebagai salah satu yang terpinting di antara sifat-sifat Tuhan lainnya. Selain itu ilmu ini juga disebut sebagai Ilmu Ushul al-Din dan oleh karena itu buku yang membahas soal-soal teologi dalam Islam selalu diberi nama Kitab Ushul al-Din. Dinamakan demikian karena masalah yang pokok dalam Islam. Selain itu ilmu ini juga dikatakan dengan ilmu aqa’id, credo atau keyakinan-keyakinan, dan buku-buku yang menguppas tentang keyakinan-keyakinan diberi judul al-Aqa’id (ikatan yang kokoh).
Selanjutnya ilmu tauhid disebut pula Ilmu Kalam yang secara harfiah berarti ilmu tentang kata-kata. Kalau yang dimaksud dengan kalam adalah sabda Tuhan, maka yang dimaksud adalah kalam Tuhan yang ada di dalam al-Qur’an, dan masalah ini pernah menimbulkan perbincangan bahkan pertentangan keras di kalangan ummat Islam di abad ke sembilan dan kesepuluh Masehi sehingga menimbulkan pertentangan dan penganiayaan terhadap sesama muslim.

Selanjutnya yang dimaksud dengan kalam adalah kata-kata manusia, maka yang dimaksud dengan ilmu kalam adalah ilmu yang membahas tentang kata-kata atau silat lidah dalam rangka mempertahankan pendapat dan pendirian masing-masing.
Dari berbagai istilah yang berkaitan dengan ilmu tauhid maka kita dapat memperoleh kesan yang mendalam bahwa Ilmu tauhid itu pada intinya berkaitan dengan upaya memahami dan meyakini adanya Tuhan dengan segala sifat dan perbuatan-Nya. Juga termasuk pula pembahasan ilmu tauhid yaitu rukun Iman.
Nah, bagaimana hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu tauhid? Sekuang-kurangnya dapat dilihat melalui tiga analisis sebagai berikut: 


1. Dilihat dari segi objek pembahasannya.
Ilmu tauhid membahas masalah masalah Tuhan baik dari segi zat, sifat dan perbuatan-Nya. Kepercayaan yang mantap kepada Tuhan yang demikian itu akan menjadi landasan untuk mengarahkan amal perbuatan yang dilakukan manusia itu akan tertuju semata-mata karena Allah SWT. Dan utuk mengarahkan manusia menjadi ikhlas, dan keikhlsan ini merupakan salah satu akhlak yang mulia. Alla SWT. Berfirman:
!$tBur (#ÿrâÉDé& žwÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øƒèC ã&s! tûïÏe$!$# uä!$xÿuZãm (#qßJÉ)ãƒur no4qn=¢Á9$# (#qè?÷sãƒur no4qx.¨9$# 4 y7Ï9ºsŒur ß`ƒÏŠ ÏpyJÍhŠs)ø9$# ÇÎÈ  
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus”. (QS. Al-Bayyinah, 98:5).


2. Dilihat dari segi fungsinya.
Ilmu tauhid menghendaki agar seseorang yang bertauhid tidak hanya cukup dengan menghafal rukun iman yang enam dengan dalil-dalilnya saja, tetapi yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan mencontoh terhadap subyek yang terdapat dalam rukun iman itu. Jika kita percapa bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang mulia, maka sebaiknya manusia yang bertauhid meniru sifat-sifat Allah itu. adapun rukun iman yang harus dibina itu adalah:


a. Beriman kepada Allah
Jika seorang beriman kepada Allah dan percaya kepada sifat-sifatnya yang sembilan puluh sembilan itu maka Asmaul Husna itu harus dipraktekkan dalam kehidupan. Dengan cara demikian beriman kepada Allah akan memberi pengaruh terhadap pembentukan akhlak yang mulia.

b. Beriman kepada malaikat
Yang dimaksud disini adalah agar manusia meniru sifat-sifat terpuji yang terdapat pada malaikat, seperti jujur, amanah, tidak pernah durhaka, dan patuh pelaksanaan segala yang diperintahkan Tuhan.
c. Beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan Tuhan (Al-Qur’an)

Secara akhlaki harus diikuti dengan upaya menjadikan al-Qur’an sebagai wasit, hakim serta imam dalam kehidupan. Secara tidak sengaja maka kita mengikuti akhlak yang sesuai dengan akhlak yang terdapat dalam al-Qur’an.
d. Beriman kepada Rasul-rasul Allah.
Dalam diri para rasul terdapat akhlak yang mulia. Khususnya pada diri Rasulullah Muhammad SAW. Kita sebagai manusia diperintahkan untuk mecontoh akhlak yang ada pada diri Rasul Allah tersebut.Dengan cara demikian beriman kepad para rasul akan mneimbulkan akhlak yang mulia. Hal ini dapat diperkuat lagi dengan cra meniru sifat-sifat yang wajib pada Rasul, yanitu sifat shidik (jujur), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan ajaran sesuai dengan perintah Allah), dan fathanah (cerdas).
e. Beriman kepada hari akhirat
Dari sisi akhlaki harus disertai dengan upaya menyadari bahwa selama amal perbuatan yang dilakukan selama di dunia ini akan dimintakan pertanggung jawabannya nanti. Kebahagiaan hidup di akhirat yang ditentukan oleh amal perbuatan yang baik dan sebanyak-banyaknya akan mendorong sesseorang memiliki etos kerja untuk selalu melakukan perbuatan yang baik selama hidupnya di dunia ini.
f. Beriman kepada qada’ dan qadar

Agar orang yang percaya kepada qada’ dan qadar Tuhan itu senantiasa mau bersyukur terhadap keputusan Tuhan dan rela menerima segala keputusan-Nya. Perbuatan yang demikian merupakan perbuatan akhlak yang mulia.
3. Dilihat dari eratnya kaitan antara iman dan amal shalih.
Hubungan antara iman dan amal shalih banyak sekali kita jumpai di dalam Al-Qur’an maupun hadis. Misalnya:
Ÿxsù y7În/uur Ÿw šcqãYÏB÷sム4Ó®Lym x8qßJÅj3ysム$yJŠÏù tyfx© óOßgoY÷t/ §NèO Ÿw (#rßÅgs þÎû öNÎhÅ¡àÿRr& %[`tym $£JÏiB |MøŠŸÒs% (#qßJÏk=|¡çur $VJŠÎ=ó¡n@ ÇÏÎÈ  
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (QS. Al-Nisa, 4: 65).

$yJ¯RÎ) tb%x. tAöqs% tûüÏZÏB÷sßJø9$# #sŒÎ) (#þqããߊ n<Î) «!$# ¾Ï&Î!qßuur u/ä3ósuÏ9 öNßgoY÷t/ br& (#qä9qà)tƒ $uZ÷èÏJy $uZ÷èsÛr&ur 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÎÊÈ  
“Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan Kami patuh". dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. Al-Nur, 24: 51).

$yJ¯RÎ) šcqãZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# #sŒÎ) tÏ.èŒ ª!$# ôMn=Å_ur öNåkæ5qè=è% #sŒÎ)ur ôMuÎ=è? öNÍköŽn=tã ¼çmçG»tƒ#uä öNåkøEyŠ#y $YZ»yJƒÎ) 4n?tãur óOÎgÎn/u tbqè=©.uqtGtƒ ÇËÈ   šúïÏ%©!$# šcqßJÉ)ムno4qn=¢Á9$# $£JÏBur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÌÈ   y7Í´¯»s9'ré& ãNèd tbqãZÏB÷sßJø9$# $y)ym 4 öNçl°; ìM»y_uyŠ yYÏã óOÎgÎn/u ×otÏÿøótBur ×-øÍur ÒOƒÌŸ2 ÇÍÈ  

 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya”. (QS. Al-Anfal, 8: 2-4).


           Jika kita perhatikan ayat-ayat tersebut secra seksama akan tampak bahwa ayat-ayat tersebut seluruhnya bertemakan keimanan dalam hubungannya dengan akhlak mulia. Ayat-ayat tersebut memberi petunjuknya dengan akhlak yang mulia. Ayat-ayat tersebut dengan jelas bahwa keimanan harus dimaifestasikan dalam perbuatan akhlak dalam bentuk kerelaan dalam menerima keputusan yang diberikan nabi terhadap perkara yang diperselisihkan di antara manusia, patut dan tunduk terhadap keputusan Allah dan rasulnya, bergetar hatinya jika dibacakan ayat-ayat Allah, bertawakkal, melaksanakan shalat dengan khusyu’, berinfaq di jalan Allah, menjauhi perbuatan yang tidak ada gunanya, menjaga farjinya, dan tidak ragu-ragu dalam berjuang di jalan Allah. Maka disinilah letaknya hubungan antara keimanan dengan pembentukan Ilmu Akhlaq. Dari uraian yang agak panjang lebar di atas, dapat dilihat dengan jelas hubungan antara keimanan yang dibahas dalam Ilmu tauhid dengan perbuatan yang dibahas dalam Ilmu Akhlak. Ilmu tauhid tampil dalam memberikan landasan terhadap ilmu akhlak, dan ilmu akhlak tampil dengan memberikan penjabaran dan pengalaman dari Ilmu Tauhid. Tauhid tampa akhlak yang mulia tiada artinya, dan akhlak yang mulia tampa tauhid maka tidak akan kokoh. Selain itu tauhid memberikan arah terhadap akhlak, dan akhlak memberi isi terhadap arahan tersebut. B. HUBUNGAN ILMU AKHAK DENGAN ILMU TAUHID

Ilmu tauhid sebagaimana dikemukakan Harun Nasution mengandung arti sebagai ilmu yang membahas tentang cara-cara meng-Esakan Tuhan, sebagai salah satu yang terpinting di antara sifat-sifat Tuhan lainnya. Selain itu ilmu ini juga disebut sebagai Ilmu Ushul al-Din dan oleh karena itu buku yang membahas soal-soal teologi dalam Islam selalu diberi nama Kitab Ushul al-Din. Dinamakan demikian karena masalah yang pokok dalam Islam. Selain itu ilmu ini juga dikatakan dengan ilmu aqa’id, credo atau keyakinan-keyakinan, dan buku-buku yang menguppas tentang keyakinan-keyakinan diberi judul al-Aqa’id (ikatan yang kokoh).
Selanjutnya ilmu tauhid disebut pula Ilmu Kalam yang secara harfiah berarti ilmu tentang kata-kata. Kalau yang dimaksud dengan kalam adalah sabda Tuhan, maka yang dimaksud adalah kalam Tuhan yang ada di dalam al-Qur’an, dan masalah ini pernah menimbulkan perbincangan bahkan pertentangan keras di kalangan ummat Islam di abad ke sembilan dan kesepuluh Masehi sehingga menimbulkan pertentangan dan penganiayaan terhadap sesama muslim.

Selanjutnya yang dimaksud dengan kalam adalah kata-kata manusia, maka yang dimaksud dengan ilmu kalam adalah ilmu yang membahas tentang kata-kata atau silat lidah dalam rangka mempertahankan pendapat dan pendirian masing-masing.
Dari berbagai istilah yang berkaitan dengan ilmu tauhid maka kita dapat memperoleh kesan yang mendalam bahwa Ilmu tauhid itu pada intinya berkaitan dengan upaya memahami dan meyakini adanya Tuhan dengan segala sifat dan perbuatan-Nya. Juga termasuk pula pembahasan ilmu tauhid yaitu rukun Iman.
Nah, bagaimana hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu tauhid? Sekuang-kurangnya dapat dilihat melalui tiga analisis sebagai berikut: 


1. Dilihat dari segi objek pembahasannya.
Ilmu tauhid membahas masalah masalah Tuhan baik dari segi zat, sifat dan perbuatan-Nya. Kepercayaan yang mantap kepada Tuhan yang demikian itu akan menjadi landasan untuk mengarahkan amal perbuatan yang dilakukan manusia itu akan tertuju semata-mata karena Allah SWT. Dan utuk mengarahkan manusia menjadi ikhlas, dan keikhlsan ini merupakan salah satu akhlak yang mulia. Alla SWT. Berfirman:
!$tBur (#ÿrâÉDé& žwÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øƒèC ã&s! tûïÏe$!$# uä!$xÿuZãm (#qßJÉ)ãƒur no4qn=¢Á9$# (#qè?÷sãƒur no4qx.¨9$# 4 y7Ï9ºsŒur ß`ƒÏŠ ÏpyJÍhŠs)ø9$# ÇÎÈ  
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus”. (QS. Al-Bayyinah, 98:5).


2. Dilihat dari segi fungsinya.
Ilmu tauhid menghendaki agar seseorang yang bertauhid tidak hanya cukup dengan menghafal rukun iman yang enam dengan dalil-dalilnya saja, tetapi yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan mencontoh terhadap subyek yang terdapat dalam rukun iman itu. Jika kita percapa bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang mulia, maka sebaiknya manusia yang bertauhid meniru sifat-sifat Allah itu. adapun rukun iman yang harus dibina itu adalah:


a. Beriman kepada Allah
Jika seorang beriman kepada Allah dan percaya kepada sifat-sifatnya yang sembilan puluh sembilan itu maka Asmaul Husna itu harus dipraktekkan dalam kehidupan. Dengan cara demikian beriman kepada Allah akan memberi pengaruh terhadap pembentukan akhlak yang mulia.

b. Beriman kepada malaikat
Yang dimaksud disini adalah agar manusia meniru sifat-sifat terpuji yang terdapat pada malaikat, seperti jujur, amanah, tidak pernah durhaka, dan patuh pelaksanaan segala yang diperintahkan Tuhan.
c. Beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan Tuhan (Al-Qur’an)

Secara akhlaki harus diikuti dengan upaya menjadikan al-Qur’an sebagai wasit, hakim serta imam dalam kehidupan. Secara tidak sengaja maka kita mengikuti akhlak yang sesuai dengan akhlak yang terdapat dalam al-Qur’an.
d. Beriman kepada Rasul-rasul Allah.
Dalam diri para rasul terdapat akhlak yang mulia. Khususnya pada diri Rasulullah Muhammad SAW. Kita sebagai manusia diperintahkan untuk mecontoh akhlak yang ada pada diri Rasul Allah tersebut.Dengan cara demikian beriman kepad para rasul akan mneimbulkan akhlak yang mulia. Hal ini dapat diperkuat lagi dengan cra meniru sifat-sifat yang wajib pada Rasul, yanitu sifat shidik (jujur), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan ajaran sesuai dengan perintah Allah), dan fathanah (cerdas).
e. Beriman kepada hari akhirat
Dari sisi akhlaki harus disertai dengan upaya menyadari bahwa selama amal perbuatan yang dilakukan selama di dunia ini akan dimintakan pertanggung jawabannya nanti. Kebahagiaan hidup di akhirat yang ditentukan oleh amal perbuatan yang baik dan sebanyak-banyaknya akan mendorong sesseorang memiliki etos kerja untuk selalu melakukan perbuatan yang baik selama hidupnya di dunia ini.
f. Beriman kepada qada’ dan qadar

Agar orang yang percaya kepada qada’ dan qadar Tuhan itu senantiasa mau bersyukur terhadap keputusan Tuhan dan rela menerima segala keputusan-Nya. Perbuatan yang demikian merupakan perbuatan akhlak yang mulia.
3. Dilihat dari eratnya kaitan antara iman dan amal shalih.
Hubungan antara iman dan amal shalih banyak sekali kita jumpai di dalam Al-Qur’an maupun hadis. Misalnya:
Ÿxsù y7În/uur Ÿw šcqãYÏB÷sム4Ó®Lym x8qßJÅj3ysム$yJŠÏù tyfx© óOßgoY÷t/ §NèO Ÿw (#rßÅgs þÎû öNÎhÅ¡àÿRr& %[`tym $£JÏiB |MøŠŸÒs% (#qßJÏk=|¡çur $VJŠÎ=ó¡n@ ÇÏÎÈ  
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (QS. Al-Nisa, 4: 65).

$yJ¯RÎ) tb%x. tAöqs% tûüÏZÏB÷sßJø9$# #sŒÎ) (#þqããߊ n<Î) «!$# ¾Ï&Î!qßuur u/ä3ósuÏ9 öNßgoY÷t/ br& (#qä9qà)tƒ $uZ÷èÏJy $uZ÷èsÛr&ur 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÎÊÈ  
“Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan Kami patuh". dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. Al-Nur, 24: 51).

$yJ¯RÎ) šcqãZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# #sŒÎ) tÏ.èŒ ª!$# ôMn=Å_ur öNåkæ5qè=è% #sŒÎ)ur ôMuÎ=è? öNÍköŽn=tã ¼çmçG»tƒ#uä öNåkøEyŠ#y $YZ»yJƒÎ) 4n?tãur óOÎgÎn/u tbqè=©.uqtGtƒ ÇËÈ   šúïÏ%©!$# šcqßJÉ)ムno4qn=¢Á9$# $£JÏBur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÌÈ   y7Í´¯»s9'ré& ãNèd tbqãZÏB÷sßJø9$# $y)ym 4 öNçl°; ìM»y_uyŠ yYÏã óOÎgÎn/u ×otÏÿøótBur ×-øÍur ÒOƒÌŸ2 ÇÍÈ  

 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya”. (QS. Al-Anfal, 8: 2-4).


           Jika kita perhatikan ayat-ayat tersebut secra seksama akan tampak bahwa ayat-ayat tersebut seluruhnya bertemakan keimanan dalam hubungannya dengan akhlak mulia. Ayat-ayat tersebut memberi petunjuknya dengan akhlak yang mulia. Ayat-ayat tersebut dengan jelas bahwa keimanan harus dimaifestasikan dalam perbuatan akhlak dalam bentuk kerelaan dalam menerima keputusan yang diberikan nabi terhadap perkara yang diperselisihkan di antara manusia, patut dan tunduk terhadap keputusan Allah dan rasulnya, bergetar hatinya jika dibacakan ayat-ayat Allah, bertawakkal, melaksanakan shalat dengan khusyu’, berinfaq di jalan Allah, menjauhi perbuatan yang tidak ada gunanya, menjaga farjinya, dan tidak ragu-ragu dalam berjuang di jalan Allah. Maka disinilah letaknya hubungan antara keimanan dengan pembentukan Ilmu Akhlaq. Dari uraian yang agak panjang lebar di atas, dapat dilihat dengan jelas hubungan antara keimanan yang dibahas dalam Ilmu tauhid dengan perbuatan yang dibahas dalam Ilmu Akhlak. Ilmu tauhid tampil dalam memberikan landasan terhadap ilmu akhlak, dan ilmu akhlak tampil dengan memberikan penjabaran dan pengalaman dari Ilmu Tauhid. Tauhid tampa akhlak yang mulia tiada artinya, dan akhlak yang mulia tampa tauhid maka tidak akan kokoh. Selain itu tauhid memberikan arah terhadap akhlak, dan akhlak memberi isi terhadap arahan tersebut. 
demikian mengenai ilmu akhlak dengan tauhid, semoga dapt bermanfaat untuk semua sahabat blogger.

You May Like :

0 Response to "Hubungan ilmu Akhlak dengan Tauhid"