Bagaimana Akhlak nabi Muhammad SAW

baiklah kita akan membahas Akhlak nabi Muhammad SAW yang begitu luar biasa.Muhammad adalah nama Nabi Agung yang telah menyelamatkan dan menyempurnakan agama-agama yang pernah disampaikan para Nabi sebelumnya dalam satu Agama yang dikemas dengan nama Islam, untuk dijadikan satu-satunya agama yang diterima dan diridhoi Allah SWT. Muhammad artinya orang yang dipuji. Nama ini benar-benar telah menjadi nyata dan terukir dalam sejarah. Dan Allah swt mengakui dan mengumumkan kepada dunia dengan firman-Nya:

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ

Dan sesungguhnya engkau benar-benar memiliki Akhlaq yang agung (Al-Qalam, 68:5) *)
Tujuan Allah swt mengutus beliau SAW kepada umat manusia semuanya agar mereka menjadikan teladan dan ikutan sehingga mereka mendapatkan berkahnya dan menjadi Muhammad-muhammad kecil yang bertebaran dimuka bumi ini, Allah swt berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya kamu dapati dalam diri Rasulullah suri teladan yang baik bagi orang yang mengharapkan pertemuan dengan Allah dan Hari Akhir serta yang banyak mengingat Allah (Al-Akhzab, 33:22)

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Katakanlah, jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku, kemudian Allah pun akan mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha-Pengampun, Maha- Penyayang (Ali Imran, 3:32)
Karunia apakah yang akan manusia peroleh dari Allah swt berkat meneladani dan mengikuti Rasulullah saw? Berdasarkan janji Allah swt dan pengalaman para wali, sholihin dan sholihat yang terukir dalam sejarah Islam adalah Allah swt akan menjadi matanya yang dengan-Nya ia melihat; Allah swt akan menjadi telinganya yang dengan-Nya ia mendengar; Allah swt akan menjadi tangannya yang dengan-Nya ia memegang; Allah swt akan menjadi kakinya yang dengan-Nya ia berjalan; Allah swt akan menjadi hatinya yang dengan-Nya ia berfikir; Allah swt menjadi lidahnya yang dengan-Nya ia berbicara; jika ia memanggil Allah swt Dia menjawabnya; jika ia meminta kepada Allah swt Dia memberinya, sebagaimana dinyatakan dalam Hadits Kudsi berikut ini:

وَمَا يَزَالُ الْعَبْدُ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ عَيْنَهُ الَّتِي يُبْصِرُ بِهَا وَأُذُنَهُ الَّتِي يَسْمَعُ بِهَا وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَفُؤَادَهُ الَّذِي يَعْقِلُ بِهِ وَلِسَانَهُ الَّذِي يَتَكَلَّمُ بِهِ إِنْ دَعَانِي أَجَبْتُهُ وَإِنْ سَأَلْتَنِي أَعْطَيْتُهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْئٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ وَفَاتِهِ وَذَالِكَ ِلأَنَّهُ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَائَتَهُ

Seorang hamba-Ku yang senantiasa berusaha mendekatkan diri kepada-Ku dengan mengerjakan ibadah nafal sehingga Aku mencintainya, apabila Aku telah mencintainya, maka Aku akan menjadi matanya yang dengannya ia melihat; Aku akan menjadi telinganya yang dengannya ia mendengar; Aku akan menjadi tangannya yang dengannya ia memegang; Aku akan menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan; Aku akan menjadi hatinya yang dengannya ia berfikir; Aku menjadi lidahnya yang dengannya ia berbicara; jika ia memanggil-Ku Aku menjawabnya; jika ia meminta kepada-Ku Aku memberinya; Aku tiada ragu melakukan sesuatu selain mencabut nyawanya; karena yang demikian itu karena ia benci kepada kematian itu dan Aku membenci keburukannya (Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya, Al-Hakim dalam Al-Mustadrok, Abu Ya’la dalam Musnadnya, Ath-Thobroni dalam Ash-Shoghir, Abu Nu’aim dalam Ath-Thib, Al-Bukhori, Muslim dalam Az-Zuhd, Ibnu Asakir dari Aisyah rodhiyAllahu ‘anha dan Kanzul-Ummal, Juz I/1157)
Oleh karena itu, kedatangan Muhammad Rasulullah saw sangat ditunggu-tunggu para pengikut Agama-agama terdahulu, karena berita kedatangan beliau itu telah disampaikan para Nabi yang diutus sebelum beliau, sebagaimana firman Allah swt berikut:

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَه مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ

Orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi Ummi yang mereka dapati tertulis dalam Taurot dan Injil (Al-A‘raf, 7:158)”.

Kesaksian Manusia

Keindahan dan kemuliaan Akhlaq Muhammad Rasulullah saw tidak hanya disaksikan Allah swt Yang Maha-Tahu dan Maha-Melihat saja, tetapi setiap orang yang pernah melihat dan bergaul dengan beliau pasti mengakui dan terpikat oleh Akhlaq beliau, sampai-sampai orang-orang yang dengki menyebarkan fitnah bahwa beliau itu seorang gila dan tukang sihir, karena mereka khawatir kehilangat pengikut jika semua orang mencintai dan mengikuti jejak beliau. Di antara orang paling dekat yang telah banyak menyaksikan dan merasakan Akhlaq beliau adalah Sayyidah Aisyah ra, istri beliau sendiri yang dalam salah satu sabdanya menyatakan:

كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ

Akhlaqnya adalah Al-Quran (Thobaqot Ibnu Sa’ad, Juz I, Bagian 2, hal. 89)

Tujuan Rasulullah saw dibangkitkan

Sebenarnya setiap manusia diciptakan dengan dibekali potensi yang dapat mewujudkan sifat-sifat yang mulia dan indah seperti kemuliaan dan keindahan sifat-sifat Allah swt, namun untuk mewujudkan itu manusia membutuhkan pimpinan dan keteladanan, karena itu setiap umat pasti pernah dipimpin seorang Nabi yang mengemban 5 tugas, yaitu:
  1. Mendatangkan mu’jizat, agar umatnya meyakini kebenaran pendakwaannya;
  2. Memperbaiki dan meluruskan keyakinan dan aqidah umatnya yang salah;
  3. Memperbaiki amal dan akhlaq umatnya yang telah rusak;
  4. Mengajarkan hikmah agar umatnya dapat bertindak dengan bijaksana; dan
  5. Mempersatukan dan mempersaudarakan umatnya.
Sebagai seorang Nabi, Muhammad Rasulullah saw juga mendapatkan tugas seperti itu bahkan lebih luas dan lebih sempurna lagi, karena umat yang beliau pimpin tidak hanya bangsa Arab, tapi semua bangsa di dunia ini. Akhlaq yang beliau ajarkan pun universal yang cocok dan baik untuk semua bangsa, karena itu beliau menegaskan dalam satu sabdanya:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَخْلاَقِ

Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan Akhlaq (Al-Bukhori dan Muslim dari Abu Huroiroh ra dan Kanzul-Ummal, Juz III/ 5217).
Akhlaq adalah sikap batin yang diwujudkan dalam perbuatan anggota badan manusia yang dari itu kesempurnaan keimanan dapat disaksikan dan dirasakan oleh sesama makhluq, karena itu keindahan Akhlaq itu merupakan barometer bagi keimanan seseorang, Rasulullah saw bersabda:

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah mereka yang paling baik akhlaqnya (Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya, Ibnu Hibban, Abu Daud, Al-Hakim dalam Al-Mustadrok dari Abu Huroiroh ra dan Kanzul-Ummal, Juz III/ 5130)
Demikian pula, Allah swt mencintai hamba-Nya disebabkan oleh keindahan Akhlaqnya, bukan karena jabatannya yang tinggi dan bukan pula karena kekayaannya yang melimpah. Oleh karena itu, sebagai makhluq, manusia harus berupaya menghidup-suburkan ketaqwaan dalam hatinya dan mewujudkan ketaqwaan itu sebagai Akhlaq yang tercermin dalam setiap amal perbuatannya bahkan Islam itu identik dengan Akhlaq yang indah. Jadi, bukan orang Islam yang hakiki jika tidak menunjukkan Akhlaq yang indah.
Rasulullah saw bersabda:

اَلْإِسْلاَمُ حُسْنُ الْخُلُقِ

Islam itu adalah Akhlaq yang indah (Ad-Dailami dari Abu Sa’id ra dan Kanzul-Ummal, Juz III/ 5225)
Berkat ketaqwaan dan Akhlaq manusia yang indah itulah Allah swt terpikat untuk memuliakan dan mencintainya, sebagaimana firman Allah swt dan sabda Rasul-Nya berikut ini:

يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Wahai manusia, sesungguhnya Aku menciptakan kamu dari laki-laki dan wanita dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal; sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah itu Maha-Mengetahui lagi Maha-Melihat (Al-Hujurot, 49:14)

أَحَبُّ عِبَادِ اللهِ إِلَى اللهِ أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

Hamba Allah yang paling dicintai Allah adalah mereka yang paling baik akhlaqnya (Ath-Thobroni dalam Al-Kabir dari Usamah bin Syarik ra dan Kanzul-Ummal, Juz III/ 5138)

Beberapa Contoh Akhlaq Rasulullah saw

Dikemukakannya beberapa contoh Akhlaq yang mulia Sayyidina AL-MUSHTHOFA, Muhammad saw adalah agar kita mengetahui dan mencontohnya dalam setiap aspek kehidupan kita sehari-hari. Sejarah menjadi saksi bahwa semua kaum di Arab sepakat memberikan gelar kepada Muhammad saw “Al-Amin”, artinya orang yang terpercaya, padahal waktu itu beliau belum dinyatakan sebagai Nabi. Peristiwa ini, belum pernah terjadi dalam sejarah Mekkah dan Arabia. Hal itu menjadi bukti bahwa Rasulullah saw memiliki sifat itu dalam kadar begitu tinggi sehingga dalam pengetahuan dan ingatan kaumnya tidak ada orang lain yang dapat dipandang menyamai dalam hal itu. Kaum Arab terkenal dengan ketajaman otak mereka dan apa-apa yang mereka pandang langka, pastilah sungguh-sungguh langka lagi istimewa. (Pengantar untuk mempelajari Al-Quran, hal. 372-373)
Diriwayatkan tentang Rasulullah saw bahwa segala tutur kata beliau senantiasa mencerminkan kesucian dan bahwa beliau (tidak seperti orang-orang kebanyakan di zaman beliau) tidak biasa bersumpah (Turmudzi). Hal itu merupakan suatu kekecualian bagi bangsa Arab. Kami tidak mengatakan bahwa orang-orang Arab di zaman Rasulullah saw biasa mempergunakan bahasa kotor, tetapi tidak pelak lagi bahwa mereka biasa memberikan warna tegas di atas tuturan mereka dengan melontarkan kata-kata sumpah dalam kadar yang cukup banyak, suatu kebiasaan yang masih tetap berlangsung sampai hari ini juga. Tetapi Rasulullah saw menjunjung tinggi nama Tuhan sehingga beliau tidak pernah mengucapkan tanpa alasan yang sepenuhnya dapat diterima (Pengantar untuk mempelajari Al-Quran, hal. 373-374)
Beliau sangat memberikan perhatian, bahkan cermat sekali dalam soal kebersihan badan. Beliau senantiasa menggosok gigi beberapa kali sehari dan begitu telaten melakukannya sehingga beliau biasa mengatakan bahwa andaikata beliau tidak khawatir kalau mewajibkannya akan memberatkan, beliau akan menetapkan menjadi kewajiban untuk tiap-tiap orang muslim menggosok gigi sebelum mengerjakan kelima waktu sholat. Beliau senantiasa mencuci tangan sebelum dan sesudah tiap kali makan, dan desudah makan beliau senantiasa berkumur dan memandang sangat baik tiap-tiap orang yang telah memakan masakan berkumur lebih dahulu sebelum ikut bersembahyang berjamaah (Al-Bukhori)
Dalam peraturan Islam, masjid itu satu-satunya tempat berkumpul yang ditetapkan untuk orang-orang Islam. Oleh karena Rasulullah saw sangat istimewa menekankan kebersihannya, terutama pada saat orang-orang diharapkan akan berkumpul di dalamnya. Beliau memerintahkan supaya pada kesempatan-kesempatan itu sebaiknya setanggi dsb dibakar untuk membersihkan udara (Abu Daud). Beliau juga memberi petunjuk jangan ada orang pergi ke masjid saat diadakan pertemuan-pertemuan sehabis makan sesuatu yang menyebarkan bau yang menusuk hidung (Al-Bukhori).
Beliau menuntut agar jalan-jalan dijaga kebersihannya dan tidak ada dahan ranting, batu dan semua benda atau sesuatu yang akan mengganggu atau bahkan membahayakan. Jika beliau sendiri menemukan hal atau benda demikian di jalan, beliau niscaya menyingkirkannya dan beliau sering bersabda bahwa orang yang membantu menjaga kebersihan jalan-jalan, ia telah berbuat amal sholih dalam pandangan Ilahi.
Diriwayatkan pula bahwa beliau memerintahkan supaya lalu-lintas umum tidak boleh dipergunakan sehingga menimbulkan halangan atau menjadi kotor atau melemparkan benda-benda yang najis, atau tidak sedap dipandang ke jalan umum atau mengotori jalan dengan cara apapun, karena semua itu perbuatan yang tidak diridhoi Tuhan. Beliau sangat memandang penting upaya agar persediaan air untuk keperluan manusia dijaga kebersihan dan kemurniannya. Umumnya, beliau melarang sesuatu benda dilemparkan ke dalam air tergenang yang mungkin akan mencemarinya, dan memakai persediaan air dengan cara yang dapat menjadikannya kotor (Al-Bukhori dan Muslim, Kitabal-Barr wal-Sila) (Pengantar untuk mempelajari Al-Quran, hal. 374-375)
Rasulullah saw sangat sederhana dalam hal makan dan minum. Beliau tidak pernah memperlihatkan rasa kurang senang terhadap makanan yang tidak baik masakannya dan tidak sedap rasanya. Jika didapatkannya makanan sajian serupa itu, beliau akan menyantapnya untuk menjaga supaya pemasaknya tidak merasa kecewa. Tetapi, jika hidangan tidak dapat dimakan, beliau hanya tidak menyantapnya dan tidak pernah memperlihatkan kekesalannya. Jika beliau telah duduk menghadapi hidangan, beliau menunjukkan minat kepada makanan itu dan biasa mengatakan bahwa beliau tidak suka kepada sikap acuh-tak-acuh terhadap makanan, seolah-olah orang yang makan itu terlalu agung untuk memperhatikan hanya soal makanan dan minuman belaka.
Jika suatu makanan dihidangkan kepada beliau, senantiasa beliau menyantapnya bersama-sama semua yang hadir. Sekali peristiwa seseorang mempersembahkan kurma kepada beliau. Beliau melihat ke sekitar dan setelah beliau menghitung jumlah orang yang hadir, beliau membagi rata bilangan kurma itu sehingga tiap-tiap orang menerima tujuh buah. Abu Huroiroh ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw tidak pernah makan sekenyang-kenyangnya, walaupun sekedar roti jawawut (Al-Bukhori).
Sekali peristiwa, ketika beliau melalui jalan tampak kepada beliau beberapa orang berkumpul mengelilingi panggang anak kambing dan siap untuk menikmati jamuan. Ketika mereka melihat Rasulullah saw mereka mengundang beliau ikut serta, tetapi beliau menolak. Alasannya bukan karena beliau tidak suka daging panggang, tetapi disebabkan oleh kenyataan bahwa beliau tidak menyetujui orang mengadakan perjamuan di tempat terbuka dan terlihat oleh orang miskin yang tak cukup mempunyai makanan.
Tiap-tiap segi kehidupan Rasulullah saw nampak jelas diliputi dan diwarnai oleh cinta dan bakti kepada Tuhan. Walaupun pertanggung-jawaban yang sangat berat terletak di atas bahu beliau, bagian terbesar dari waktu, siang dan malam dipergunakan untuk beribadah dan berdzikir kepada Tuhan. Beliau biasa bangkit meninggalkan tempat tidur tengah malam dan larut dalam beribadah kepada Tuhan sampai saat tiba untuk pergi ke masjid hendak sembahyang subuh. Kadang-kadang beliau begitu lama berdiri dalam sembahyang tahajjud sehingga kaki beliau menjadi bengkak-bengkak, dan mereka yang menyaksikan beliau dalam keadaan demikian sangat terharu. Sekali peristiwa Aisyah ra berkata kepada beliau “Tuhan telah memberi kehormatan kepada engkau dengan cinta dan kedekatan-Nya. Mengapa engkau membebani diri sendiri dengan menanggung begitu banyak kesusahan dan kesukaran?” Beliau menjawab “Jika Tuhan, atas kasih sayang-Nya, mengaruniai cinta dan kedekatan-Nya kepadaku, bukankah telah menjadi kewajiban pada giliranku senantiasa menyampaikan terima kasih kepada Dia? Bersyukurlah hendaknya sebanyak bertambahnya karunia yang diterima (Kitabul-Kusuf) (Pengantar untuk mempelajari Al-Quran, hal. 381)
Tuhan telah memberikan mata untuk melihat; maka bukan ibadah tetapi aniaya kalau mata dibiarkan pejam atau dibuang. Bukan penggunaan kemampuan melihat secara tepat yang dapat dipandang dosa, melainkan penyalahgunaan daya itulah yang menjadi dosa…
Siti Aisyah meriwayatkan “Bilamana Rasulullah saw dihadapkan kepada pilihan antara dua cara berbuat, beliau senantiasa memilih jalan yang termudah, asalkan bebas dari segala kecurigaan bahwa itu salah atau dosa. Kalau arah perbuatan itu membuka kemungkinan timbulnya kecurigaan serupa itu, maka Rasulullah saw itulah orangnya, dari antara seluruh umat manusia yang paling menjauhinya (Muslim, kitabul-Fadhoil) (Pengantar untuk mempelajari Al-Quran, hal. 389-390)
Beliau sangat baik dan adil terhadap istri-istri sendiri. Jika, pada suatu saat salah seorang di antara mereka tidak dapat membawa diri dengan hormat yang layak terhadap beliau, beliau hanya tersenyum dan hal itu dilupakan beliau. Pada suatu hari beliau bersabda kepada Siti Aisyah ra, Aisyah jika engkau sedang marah kepadaku, aku senantiasa dapat mengetahuinya” Aisyah ra bertanya “Bagaimana?” Beliau menjawab “Aku perhatikan jika engkau senang kepadaku dan dalam percakapan kau menyebut nama Tuhan, ‘Kau sebut Dia sebagai Tuhan Muhammad. Tetapi jika engkau tidak senang kepadaku, ‘Kau sebut Dia sebagai Tuhan Ibrahim” Mendengar keterangan itu Aisyah tertawa dan mengatakan bahwa beliau benar” (Al-Bukhori, Kitabun-Nikah) (Pengantar untuk mempelajari Al-Quran, hal. 391)
Beliau senantiasa sangat sabar dalam kesukaran dan kesusahan., Dalam keadaan susah, beliau tak pernah putus asa dan beliau tak pernah dikuasai oleh suatu keinginan pribadi… Sekali peristiwa beliau menjumpai seorang wanita yang baru ditinggal mati oleh anaknya, dan melonglong dekat kuburan anaknya. Beliau menasehatkan agar bersabar dan menerima taqdir Tuhan dengan rela dan menyerahkan diri. Wanita itu tidak mengetahui bahwa ia ditegur oleh Rasulullah saw dan menjawab “Andaikan engkau pernah mengalami sedih ditinggal mati oleh anak seperti yang kualami, engkau akan mengetahui betapa sukar untuk bersabar di bawah himpitan penderitaan serupa itu.” Rasulullah saw menjawab “Aku telah kehilangan bukan hanya seorang tetapi tujuh anak”. Dan beliau terus berlalu. (Pengantar untuk mempelajari Al-Quran, hal. 393-394)
Beliau senantiasa dapat menguasai diri. Bahkan ketika beliau sudah menjadi orang paling berkuasa sekalipun selalu mendengarkan dengan sabar kata tiap-tiap orang, dan jika seseorang memperlakukan beliau dengan tidak sopan, beliau tetap melayaninya dan tidak pernah mencoba mengadakan pembalasan (Pengantar untuk mempelajari Al-Quran, hal. 394)
Rasulullah saw mandiri dalam menerapkan keadilan dan perlakuan. Sekali peristiwa suatu perkara dihadapkan kepada beliau tatkala seorang bangsawati terbukti telah melakukan pencurian. Hal itu menggemparkan, karena jika hukuman yang berlaku dikenakan terhadap wanita muda usia itu, martabat suatu keluarga sangat terhormat akan jatuh dan terhina. Banyak yang ingin mendesak Rasulullah saw demi kepentingan orang yang berdosa itu, tetapi tidak mempunyai keberanian. Maka Usama diserahi tugas melaksanakan itu. Usama menghadap Rasulullah saw, tetapi serentak beliau mengerti maksud tugasnya itu, beliau sangat marah dan bersabda, “Kamu sebaiknya menolak. Bangsa-bangsa telah celaka karena mengistimewakan orang-orang kelas tinggi tetapi berlaku kejam terhadap rakyat jelata. Islam tidak mengidzinkan dan akupun sekali-kali tidak akan mengizinkan. Sungguh, jika Fathimah anak perempuanku sendiri melakukan kejahatan, aku tidak akan segan-segan menjatuhkan hukuman yang adil “ (Al-Bukhori, Kitabul-Hudud) (Pengantar untuk mempelajari Al-Quran, hal. 396)
Rasulullah saw senantiasa prihatin memikirkan untuk memperbaiki keadaan golongan yang miskin dan mengangkat taraf hidup mereka di tengah-tengah masyarakat. Seorang wanita muslimah biasa membersihkan masjid Nabi di Madinah. Rasulullah saw tidak melihatnya lagi beberapa hari dan beliau menanyakan ihwalnya. Disampaikan kepada beliau bahwa ia sudah meninggal. Beliau bersabda, “Mengapa aku tidak diberi tahu kalau ia meninggal? Aku pasti ikut dalam sembahyang janazahnya” dan menambahkan. Barangkali kalian tidak memandangnya cukup penting karena ia miskin. Anggapan itu salah. Bawalah aku ke kuburnya.” Kemudian beliau pergi ke sana dan mendoa untuk dia (Al-Bukhori, Kitabus-Salat) (Pengantar untuk mempelajari Al-Quran, hal. 399)
Abu Musa Al-Asy’ari meriwayatkan jika seorang miskin menghadap Rasulullah saw dan mengajukan permintaan, beliau biasa bersabda kepada orang yang ada disekitar beliau, “Kemudian juga hendaknya memenuhi permintaannya itu sehingga mendapat pahala sebagai orang yang berperan serta dalam menggalakkan perbuatan baik’ (Al-Bukhori dan Muslim), dengan tujuan membangkitkan rasa cenderung untuk menolong si miskin di satu pihak dalam hati para sahabat dan dipihak lain menimbulkan kesadaran dalam hati kaum fakir-miskin adanya cinta-kasih saudara-saudara mereka yang kaya. (Pengantar untuk mempelajari Al-Quran, hal. 402)
Ketika Islam berangsur-angsur diterima secara umum oleh bagian terbesar bangsa Arab, Rasulullah saw sering menerima barang dan uang berlimpah-limpah, beliau segera membagi-bagikan hadiah itu di antara mereka yang sangat membutuhkan. Sekali peristiwa anak beliau, Fathimah datang mendapatkan beliau sambil memperlihatkan tapak tangannya yang tebal dan keras akibat pekerjaan menepung gandum dengan batu, memohon agar diberi seorang budak untuk meringankan pekerjaannya. Rasulullah saw menjawab, “Aku akan menceriterakan kepadamu sesuatu yang nanti akan terbukti jauh lebih berharga daripada seorang budak. Jika engkau akan tidur pada malam hari, engkau hendaknya membaca SubchanAllah 33 kali, Al-chamdulillah 33 kali dan Allahu akbar 34 kali. Hal itu akan jauh lebih banyak menolongmu daripada memelihara seorang budak” (Al-Bukhori). (Pengantar untuk mempelajari Al-Quran, hal. 402).
Beliau senantiasa menganjurkan kepada mereka yang mempunyai budak-budak supaya memperlakukan mereka dengan baik serta kasih sayang. Beliau menetapkan bahwa jika si pemilik memukul budaknya atau memaki-makinya, maka satu-satunya perbaikan yang dapat dilakukannya ialah memerdekakannya (Muslim, Kitabul-Iman). (Pengantar untuk mempelajari Al-Quran, hal. 403)
Rasulullah saw sangat berhasrat memperbaiki keadaan wanita di tengah-tengah masyarakat, menjamin mereka mendapat kedudukan terhormat dan perlakuan wajar lagi pantas. Islam adalah agama pertama yang memberikan hak waris kepada wanita…
Jika dalam satu perjalanan beliau ada wanita-wanita yang ikut serta, beliau senantiasa memberi petunjuk supaya kafilah bergerak lambat dan berhenti-berhenti secara bertahab. Pada suatu kesempatan serupa itu ketika orang-orang berjalan cepat, beliau bersabda “Perhatikan kaca! Perhatikan kaca!” dengan maksud mengatakan bahwa ada wanita-wanita dalam rombongan dan bahwa jika onta-onta dan kuda-kuda berlari cepat, mereka itu akan menderita dari bantingan-bantingan binatang-binatang itu (Al-Bukhori, Kitab Al-Adab) (Pengantar untuk mempelajari Al-Quran, hal. 407)
Beliau menetapkan bahwa orang tidak boleh membicarakan keburukan seseorang yang telah meninggal, melainkan hendaknya menekankan kepada kebaikan apa saja yang dimiliki almarhum, sebab tidak ada faedahnya menyebut-nyebut kelemahan atau kejahatan orang yang sudah meninggal. Tetapi dengan mengemukakan kebaikan-kebaikan almarhum orang akan cenderung mendoakan (Al-Bukhori). (Pengantar untuk mempelajari Al-Quran, hal. 409)
Perlakuan Rasulullah saw terhadap tetangga dengan ramah dan penuh perhatian; beliau sangat menekankan agar orang berbakti dan mengkhidmati orang tua serta memperlakukan mereka dengan baik dan kasih-sayang; beliau selamanya memilih pergaulan dengan orang-orang baik dan jika melihat suatu kelemahan pada salah seorang dari para sahabat, beliau menegurnya dengan ramah secara berempat mata; Rasulullah saw sangat berhati-hati membawa diri agar tidak timbul kemungkinan adanya salah faham; Beliau tidak pernah mengemukakan kesalahan-kesalahan dan kelemahan-kelemahan orang lain dan menasehati orang-orang jangan mengumumkan kesalahan-kesalahan sendiri; Kesusahan, penderitaan atau kemalangan di saat menjelang wafat, beliau pikul dengan penuh kesabaran sampai-sampai Fathimah ra tidak tahan melihat ayahnya dalam keadaan demikian, namun beliau bersabda kepadanya: “Bersabarlah, ayahmu tidak akan menderita lagi sesudah hari ini”;
Rasulullah saw menekankan agar para sahabat bekerja sama satu dengan lainnya. Ketika seseorang mengadukan saudaranya yang bermalas-malasan, beliau bersabda kepadanya: “Tuhan telah mencukupi kebutuhanmu berkat adanya saudaramu, dan karena itu menjadi kewajibanmu mencukupi kebutuhannya dan membiarkan dia bebas mengkhidmati agama” (Turmudzi).
Rasulullah saw dalam jual-beli secara terus terang dan sangat mendambakan orang-orang muslim agar jangan melakukan kelicikan dalam transaksi atau jual-beli. Beliau senantiasa optimis menghadapi masa depan. Beliau sangat memusuhi sikap pesimis atau keputusasaan, Beliau bersabda: “Siapa yang menyebarkan rasa pesimis di kalangan masyarakat, ia bertanggung jawab atas kemunduran bangsa; sebab pikiran-pikiran pesimis mempunyai kecenderungan mengecutkan hati dan menghentikan laju kemajuan (Muslim, Bagian II, Jilid 2).
Rasulullah saw memperingatkan para sahabat agar memperlakukan hewan-hewan dengan baik dan mengecam bersikap kejam terhadap hewan. Beliau sering menceriterakan tentang wanita Yahudi yang dihukum Allah swt lantaran membiarkan kucingnya mati kelaparan.
Rasulullah saw bukan saja menekankan pada kebaikan toleransi dalam urusan agama, tetapi memberikan contoh-contoh yang sangat tinggi dalam urusan ini. Suatu delegasi suku Kristen Najron yang telah berdialog selama beberapa jam, meminta idzin untuk meninggalkan masjid untuk mengadakan kebaktian di tempat yang tenang, Rasulullah saw bersabda: “Mereka tidak perlu meninggalkan masjid yang memang merupakan tempat khusus untuk kebaktian kepada Tuhan dan mereka dapat melakukan ibadah mereka di situ (Az-Zurqani)
Keberanian Rasulullah saw luar biasa, ketika terjadi isu bahwa pasukan Romawi akan mengadakan pendudukan di Madinah dan ketika ada suara gaduh di tengah malam, beliau mengadakan penelitian sendiri dengan menaiki kudanya. Beliau sangat lunak terhadap orang yang kurang sopan terhadap beliau.
Rasulullah saw sangat menaruh penting ihwal asas menyempurnakan perjanjian. Sekali peristiwa seorang duta datang kepada beliau dengan tugas istimewa dan sesudah ia tinggal beberapa hari bersama beliau, ia yakin akan kebenaran Islam dan mohon diperbolehkan bai’at masuk Islam. Rasulullah saw menjawab bahwa perbuatannya itu tidak tepat karena ia datang sebagai duta dan telah menjadi kewajibannya untuk pulang ke pusat Pemerintahannya tanpa mengadakan hubungan baru, jika sesudah pulang ia masih yakin akan kebenaran Islam, ia dapat kembali lagi sebagai orang bebas dan masuk Islam (Abu Daud, bab tentang Wafa bil-Ahd).
Beliau sangat menghargai mereka yang membaktikan waktu dan harta bendanya untuk menghidmati umat manusia. Suku Arab , Banu Tho‘i mulai mengadakan permusuhan terhadap Rasulullah saw dan kekuatan mereka dapat dikalahkan dan beberapa orang ditawan dalam sebuah peperangan. Seorang dari tawanan itu adalah seorang anak perempuan Hatim, seorang yang kebaikan dan kemurahannya telah menjadi buah bibir bangsa Arab. Ketika anak Hatim menerangkan kepada Rasulullah saw mengenai silsilah kekeluargaannya, beliau memperlakukan wanita itu dengan penghormatan yang besar dan sebagai hasil dari perantaraannya beliau membatalkan semua hukuman yang tadinya akan dijatuhkan atas wanita itu sebagai tindak balasan terhadap serangan mereka (Halbiyah, Jilid III, hal. 227).
Sedemikian agung dan indahnya Akhlaq Muhammad Rasulullah saw, sebagai hamba teladan umat manusia yang hidup sezaman dengan beliau maupun umat manusia yang hidup sesudahnya hingga hari Qiamat, karena itu hanya ada satu syahadat pada beliau saja yang disyari’atkan dalam agama dan wajib diikrarkan oleh setiap orang yang masuk ke dalam agama Islam, sebagai tekad untuk mengawali dalam mengikuti dan meneladani kehidupan beliau. Adapun jaminan bagi orang yang telah mengikrarkan syahadat itu adalah sorga, sebagaimana sabda Rasulullah saw berikut:

أَشْهَدُ أَنْ لاَّإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ يَلْقَاهُ بِهِمَا أَحَدٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلاَّ أَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ فِيْهِ

Aku bersaksi tiada tuhan kecuali Allah Yang Esa yang tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba-Nya dan utusan-Nya, maka tiada seorang pun yang bertemu dengan kedua kalimah syahadat itu pada Hari Qiamat, kecuali ia dimasukkan kedalam sorga karena apa yang ada di dalamnya (Ath-Thobroni dalam Al-Ausath dari Abdurrahman bin Abi Amrah Al-Anshari dari ayahnya dan Kanzul-Ummal, Juz I/ 139)

Perlunya Imam Mahdi dan Nabiyullah as diutus di Akhir Zaman

Kesempurnaan agama Islam dan terpeliharanya kesucian teks Al-Quran itu tidak menjamin bagi umat Islam untuk dapat memahami dan mengikutinya dengan benar ajaran-ajarannya. Oleh karena itu fakta sejarah membuktikan perlunya Imam dalam memimpin umat untuk memahami agama Islam dengan benar dan meyakinkan sehingga tumbuh kecintaan untuk mengabdikan diri kepada Tuhan secara berjama’ah. Ketika Sayyidina Muhammad Rasulullah saw wafat, Hadhrot Abu Bakar Ash-Shiddiq ra dipilih sebagai Kholifah Rosulillah I, kemudian ketika beliau wafat Hadhrot Umar bin Khoththob ra dipilih sebagai Kholifah Rosulillah II, kemudian ketika beliau wafat Hadhrot Utsman bin Affan ra dipilih sebagai Kholifah Rosulillah III dan ketika beliau wafat Hadhrot Ali bin Abi Tholib ra dipilih sebagai Kholifah Rosulillah IV, seudah itu setiap abad Allah swt membangkitkan Mujaddid sebagai Imam bagi umat Islam yang hidup pada masa itu, seperti Hadhrot Umar bin Abdil ‘Aziz, Syafii, Hambali, Al-Ghozali, Abdul Qodir Al-Jailani dll. Sedangkan pengikut dan pelayan Rasulullah saw yang dibangkitkan di awal abad ke 14 H, bukan hanya sebagai Mujaddid Agung, tapi juga sebagai Imam Mahdi dan Al-Masih yang dijanjikan.
Adapun tugas yang diamanatkan kepada beliau adalah menghidupkan agama Islam dan menegakkan syari’at Islam dengan mengajak umat manusia agar memilih Agama Islam dan mengamalkan setiap ajarannya, sebagaimana hal itu beliau nyatakan dengan tegas:

وَيَعِدُ وَيُقِرُّ بِأَنَّهُ لَنْ يَبْتَغِيَ دِينًا غَيْرَ دِيْنِ الْإِسْلاَمِ وَيَمُوتَ عَلَى هَذَا الدِّينِ دِيْنِ الْفِطْرَةِ مُتَمَسِّكًا بِكِتَابِ اللهِ الْعَلاَّمِ وَيَعْمَلُ بِكُلِّ مَا ثُبِتَ مِنَ السُّنَّةِ وَالْقُرْآنِ وَإِجْمَاعِ الصَّحَابَةِ الْكِرَامِ وَمَنْ تَرَكَ هَذِهِ الثَّلاَثَةَ فَقَدْ تَرَكَ نَفْسَهُ فِى النَّارِ

Dan ia (setiap Muslim Ahmadi) berjanji dan berikrar tidak akan memilih agama selain agama Islam serta ia akan mati di atas agama ini, yaitu agama fithroh dengan berpegang teguh kepada Kitab Allah Yang Maha-Tahu dan mengamalkan setiap apa yang ditetapkan Sunnah, Al-Quran dan Ijma’ Shohabat yang mulia; dan siapa saja yang mengabaikan tiga hal ini, sungguh ia telah meninggalkan dirinya dalam Api Neraka (Ruhani Qhazain, Jilid XIX, Mawahibur-Rahman, hal. 315)
Disamping beliau berupaya menarbiyati umat dengan segala daya dan upaya, beliau juga berdoa srbagai berikut:

رَبِّ أَحْيِ اْلإِسْلاَمَ بِجَهْدِي وَهِمَّتِي وَدُعَائِي وَكَلاَمِي وَأَعِدْبِي سَحْنَتَه‘ وَخَيْرَه‘ وَسِبْرَه‘ وَمَزِّقْ كُلَّ مَعَانِدَ وَكِبْرَه‘. رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتَى أَرِنِي وُجُوهًا ذَوِي الشَّمَائِلِ اْلإِيْمَانِيَّةِ وَنُفُوسًا ذَوِي الْحِكْمَةِ الْيَمَانِيَّةِ وَعُيُونًا بَاكِيَةً مِنْ خَوْفِكَ وَقُلُوبًا مُقْشَعِرَةً عِنْدَ ذِكْرِكَ.

Wahai Tuhanku, hidupkanlah Islam ini dengan perjuanganku, gelora semangatku, doaku dan perkataanku; kembalikanlah kemajuannya Islam, kebaikannya dan keindahannya dengan perantaraanku; dan cerai-beraikanlah (robek-robeklah) setiap keras kepalanya musuh beserta kesombongannya. Wahai Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati ruhaninya, wahai Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku orang-orang mukmin yang mempunyai kesopanan dan orang-orang berilmu yang bijak penuh berkah dan perlihatkanlah kepadaku orang-orang yang suka mencucurkan air mata karena takut kepada-Mu serta orang-orang yang hatinya bergetar ketika mengingat Engkau (Doa Hadhrot Masih Mau’ud ‘alaihis salam dalam Mir’atu Kamalatil-Islam, hal. 9)
Salah satu contoh ajaran dan keteladanan Rasulullah saw yang beliau aktualisasikan kembali di zaman akhir ini adalah bersabar dalam menghadapi kezholiman demi mewujudkan kecintaan dan ketaatan kepada Allah swt dan Muhammad Rasulullah saw. Pesan beliau kepada para Ahmadi sebagai berikut:

فَإِنْ كُنْتُمْ أَنْ يُثْنِيَ عَلَيْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ فِى السَّمَاوَاتِ الْعُلْيَا أَيْضًا فَكُوْنُوْا مَسْرُوْرِيْنَ إِذَا ضُرِبْتُمْ وَشَاكِرِيْنَ إِذَا شُتِمْتُمْ

Jika kamu ingin dipuji oleh para malaikat di langit tertinggi sana juga, maka bergembiralah jika kamu dipukul dan bersyukurlah jika kamu dicaci-maki (Kisyti Nuh).
Guna mendapatkan tambahan taufiq dan hidayah Allah swt, kita harus membuka semua pendengaran hati kita untuk senantiasa ingat Allah swt, meningkatkan ketaatan kita kepada Allah swt dan Rasul-Nya serta beramal berdasarkan petunjuk kitab suci-Nya AL-Quran, sebagaimana doa yang diajarkan Rasulullah saw kepada sahabat Ali bin Abi Tholib ra berikut ini:

اَللَّهُمَّ افْتَحْ مَسَامِعَ قَلْبِيْ لِذِكْرِكَ وَارْزُقْنِي طَاعَتَكَ وَطَاعَةَ رَسُوْلِكَ وَعَمَلاً بِكِتَابِكَ

Dari Harits berkata: Ali telah berkata kepadaku: Maukah aku ajarkan kepada engkau doa yang telah diajarkan Rasulullah SAW kepadaku? Aku berkata ya, ia berkata: Wahai Tuhanku bukalah pendengaran-pendengaran hatiku untuk mengingat-Mu dan rejekikanlah kepadaku ketaatan kepada-Mu dan ketaatan kepada rosul-Mu dan perbuatan yang berdasarkan Kitab-Mu (Ath-Thobroni dalam Al-Ausath dari Al-Harits ra dan Kanzul-Ummal, Juz II/ 5051)
----------------
*) Penulisan nomor ayat Al-Quran dalam makalah ini berdasarkan Hadits Nabi Besar Muhammad shollAllahu ‘alaihi wa sallam riwayat sahabat Ibnu Abbas rodhiyAllahu ‘anhu yang menunjukkan bahwa basmalah pada setiap awal surat adalah ayat pertama surat itu.

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَعْرِفُ فَصْلَ السُّوْرَةِ حَتَّى يَنْزِلَ عَلَيْهِ بِسْمِ اللهِ الرَّحمْـاـنِ الرَّحِيْمِ

“Nabi shollAllahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui pemisahan surat itu sehingga bismillaahir-rochmaanir-rochiim turun kepadanya.” (HR Abu Daud, “Kitab Sholat”; dan Al-Hakim dalam “Al-Mustadrok”)


demikian pembahasan mengenai Akhlak nabi Muhammad SAW semoga bermanfaat.

You May Like :

0 Response to "Bagaimana Akhlak nabi Muhammad SAW"